SELAMATKAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK ANAK CUCU KITA

Senin, 15 Desember 2008

Penanaman Bakau Hadapi Berbagai Kendala

Domba Merusak, Manusia Tak Acuh
Cirebon, Kompas - Penanaman bakau untuk mencegah abrasi di sepanjang pantai dan muara sungai di Cirebon belum sepenuhnya berhasil. Akibatnya, abrasi terus terjadi dan menimbulkan banyak kerugian. Selain abrasi, masalah yang dihadapi adalah sedimentasi laut di beberapa wilayah.
Abrasi di sepanjang pantai di Cirebon dan Indramayu telah berlangsung selama puluhan tahun. Puluhan meter daratan telah tergerus air. Di Cirebon, abrasi telah melenyapkan ratusan hektar tambak udang. Sementara di Indramayu, abrasi menyebabkan banyak keluarga harus pindah tempat tinggal ke daratan yang lebih aman.
Berdasar data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, terdapat 2.193 hektar lahan korban abrasi yang potensial ditanami bakau. Dari jumlah itu, 1.384 hektar terdapat di sempadan pantai dan sungai di sekitar areal tambak. Hingga tahun 2004, rehabilitasi dengan penanaman bakau baru terlaksana pada areal seluas 868,8 hektar.
Dari jumlah itu pun hanya 318 hektar yang tanaman bakaunya bisa bertahan. Artinya, masih ada 1.874 hektar lahan yang perlu ditanami bakau. Dengan asumsi kebutuhan 5.000 batang tanaman bakau per hektar, masih dibutuhkan 8,5 juta batang tanaman bakau. "Keberhasilan penanaman bakau hanya 40 persen sampai 70 persen," ujar Kepala Bidang Eksplorasi dan Konservasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon Nuzurul Ainy, Kamis (15/6).


Sementara itu, di Kota Cirebon, abrasi melanda pantai di tiga kelurahan, yakni Panjunan, Kebon Waru, dan Kesenden. Abrasi di pantai Kota Cirebon sedikit tertolong oleh posisi pantai yang menghadap ke arah timur laut sehingga abrasi hanya disebabkan oleh angin timur.
Tidak berbeda jauh dengan kabupaten, Kepala Bidang Seksi Pemulihan dan Pelestarian Kantor Pengelola Lingkungan Hidup Kota Cirebon Jajang YS mengatakan, keberhasilan penanaman bakau hanya 40 hingga 90 persen.
Nuzurul Ainy mengungkapkan banyaknya kendala dalam melakukan rehabilitasi dengan menggunakan tanaman bakau. Kendala itu antara lain sifat tanaman bakau yang lambat tumbuh sehingga tanaman tidak cepat kuat, padahal ombak terus menggerus. Akibatnya, tanaman hanyut sebelum tumbuh besar. Adapun di sempadan sungai, penanaman bakau sering terganggu ternak domba yang memakan daun ketika air surut. Kendala lain ada pada faktor manusia. Nuzurul Ainy mengatakan masih ada warga yang belum sadar akan pentingnya bakau. Karena itu, mereka tidak peduli ketika kegiatan yang dilakukan merusak tanaman tersebut.
Waktu penanaman yang salah juga bisa menyebabkan kegagalan. Sementara penanaman bakau pada lahan bekas ladang garam juga sulit berhasil akibat salinitas tanah yang tinggi.
Baik Jajang maupun Nuzurul Ainy menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam merehabilitasi lahan menggunakan bakau. Jika tidak, masyarakat tidak akan merasa ikut memiliki sehingga tidak peduli pada keberhasilan program. Padahal, masyarakat juga yang merasakan manfaat kelestarian ekosistem laut.
Kepala Seksi Konservasi Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu Suherman Rustandi mengatakan, ada penahan ombak teknis berupa konstruksi fisik yang bisa berfungsi secara cepat. Namun, itu hampir pasti tidak bisa dilakukan secara besar-besaran karena membutuhkan biaya sangat besar. Satu lokasi penahan ombak teknis dengan panjang sekitar 500 meter saja bisa menelan dana miliaran rupiah. (LSD)